04 January 2013

MENGAPA KITA BERAGAMA?


Mengapa Kita Beragama?
Pada umumnya kita beragama karena mengikuti lingkungan, khususnya lingkungan terdekat yaitu orang tua kita. Sejak kecil kita diajak oleh orang tua kita mengikuti cara-cara agama. Kita diajak sembahyang bersama pada hari raya. Pada usia tertentu kita dibuatkan upacara-upacara agama. Ketika kita mulai dewasa kita bertanya. "Mengapa kita beragama?". Jawabannya sebenarnya hampir sama dengan waktu kita sembahyang dimasa kanak-kanak, yaitu agar kita selamat dalam menjalani hidup ini.

Dengan cara bagaimana?
Dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Agama memberikan kita pedoman untuk mendekatkan diri kita kepada Yang Suci. Carl Gustav Jung, psikiater terkenal kelahiran Swiss (1875-1967) mengatakan: "Masalah spikologis masa kini adalah masalah kerohanian, masalah agama. Manusia jaman ini haus dan lapar akan hubungan yang kokoh dengan kekuatan-kekuatan spikis yang terdapat dalam dirinya. Kekurangan suatu hubungan yang kokoh dengan hal-hal rohani (Tuhan) membuat manusia tidak mengalami pemekaran, rasa sejahtera dan keamanan di dalam suatu dunia yang tenteram sentosa"

Apakah Semua Agama itu sama saja?
Agama-agama memiliki persamaan dan perbedaan! Agama-agama pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Agama-agama memberikan kita jalan untuk berhubungan dengan Hyang Suci (Tuhan), untuk berhubungan dengan diri kita sendiri (spiritualitas) dan untuk berhubungan dengan lingkungan, mahluk hidup dan alam sekitar kita (etika atau moral). Agama-agama juga mewajibkan kita untuk menghormati hidup, hidup kita sendiri dan hidup orang lain.

Tapi bagaimana hubungan itu dilakukan, bagaimana kewajiban kita dilaksanakan?
Masing-masing agama memiliki cara serta aturannya sendiri. Tiap-tiap agama memiliki kitab sucinya sendiri, ajaran-ajarannya sendiri, ibadahnya sendiri, tokoh-tokohnya dan sejarahnya sendiri. Bahkan pandangan mereka masing-masing tentang Tuhan juga berbeda. Inilah sebabnya mengapa ada agama Hindu, agama Budha, agama Shinto, agama Khong Hu cu, agama Tao, agama Islam, agama Kristen dan agama Yahudi.
Mari kita ambil contoh. Agama-agama tertentu percaya pada takdir dimana nasib manusia sepenuhnya telah ditentukan oleh Tuhan. Agama Hindu percaya pada Hukum Karma dimana nasib manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Ada agama yang percaya bahwa manusia hanya hidup sekali, setelah mati, menunggu hari kiamat. Pada saat itu manusia dibangkitkan kembali untuk diadili. Agama Hindu percaya pada reinkarnasi, dimana manusia lahir kembali, diberikan kesempatan untuk menyempurnakan dirinya.
Perbedaan antara agama adalah suatu fakta yang harus diketahui. Agar kita tidak mencampur adukkan agama. Ibarat orang bertetangga, pagar yang baik atau tanda batas yang tegas justru akan mencegah tetangga itu bertengkar karena memperebutkan pekarangan. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk saling memperkaya wawasan.

(artikel kutipan)
SelengkapnyaMENGAPA KITA BERAGAMA?

01 January 2013

KEBUDAYAAN BALI


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya Bali adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya memiliki sifat yang tidak kekal, seiring perkembangan jaman suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau atau kemajuan ilmu dan teknologi.

A.  Budaya Bali yang Sudah Hilang
Adapun budaya Bali yang telah menghilang, antara lain sebagai berikut.
1.   Desain bangunan

Desain rumah masyarakat Bali seperti gambar diatas terlihat bahwa bentuk rumah yang sangat sederhana. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembutan rumah juga sangat sederhana. Bahan-bahan yang digunakan anatara lain tanah yang ditumpuk-tumpuk sehingga berwujud tembok dan atap rumahnya menggunakan rumput lalang atau daun kelapa. Tradisi rumah ini mulai ditinggalkan saat ada pengaruh dari luar dan pengaruh jaman dan teknologi seperti sekarang ini. Saat ini masyarakat khususnya di Bali menganggap bangunan seperti itu sudah "ketinggalan jaman". Masyarakat seolah-olah berlomba membuat bangunan rumah senyaman mungkin. Mengenai tata ruang bangunanpun saat ini sudah tidak diperhatikan lagi. Masyarakan sekreatif mungkin membuat bangunan yang menarik tanpa memperhatikan tata ruang yang biasa dibuat oleh masyarakat jaman dulu.

2.   Busana/Pakaian Masyarakat Bali 
Jaman dahulu, masyarakat Bali memiliki Budaya berbusana seperti gambar di atas. Hampir semua masyarakat bali hanya memakai busana pada bagian bawah saja, yaitu dari perut sampai ke kaki. Busana tersebut berbahan kain yang di pakai dan diikat dengan sebuah selendang sehingga berbentuk kamben. Sedangkan bagian atas, bisanya masyarakat Bali jarang menggunakan pakaian sehingga tubuh bagian atas tetap telanjang. Seiring kemajuan jaman dan teknologi, budaya berbusana ini ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Saat ini masyarakat Bali sudah memakai busana tertutup, artinya masyarakat sudah memakai busana lengkap, baik bagian atas maupun bawah. Terlihat pada contoh berikut.

3.   Transportasi Gedebeg
Alat transportasi gedebeg merupakan sarana transportasi yang dimiliki oleh masyarakat Bali pada jaman dulu. Alat transportasi ini berbentuk gerobak, yang terbuat dari kayu yang dipergunakan untuk mengangkut barang, terbuat dari kayu yang berbentuk rumah kecil dan tenaga yang digunakan sebagai penarik transportasi ini adalah seekor kerbau. alat transportasi ini biasanya digunakan untuk mengankut hasil pertanian atau barang dagangan yang akan dibawa ke pasar. Seiring perkembanggan jaman dan teknologi alat transportasi ini sudah ditinggalkan karena kurang evisiensi waktu.
  
B.  Budaya Bali yang Sudah Rapuh
   Budaya Bali yang merapuh adalah budaya milik masyarakat Bali yang keberadaannya mulai ditinggalkan oleh masyarakat bali.
1. Subak di Bali
Subak Bali diputuskan menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO pada Jumat, 29 Juni 2012. Akademisi Pertanian I Wayan Windia merupakan salah satu anggota komite yang mendorong adanya pengakuan sistem irigasi subak dari Bali. Subak dapat memertahankan nilai asli budaya masyarakat Bali dan tradisi kuno subak perlu dilestarikan. Subak tidak hanya berfungsi sebagai sistem irigasi, tapi juga merupakan bagian dari keyakinan rohani. Pengakuan dari UNESCO dapat mendorong pemerintah dan petani lokal untuk tetap menjaga dan memertahankan subak.
Ironisnya, setiap tahun sekira 1.000 hektare lahan pertanian di Bali telah diubah menjadi hotel dan rumah. Karena itu, perlu adanya perlindungan khusus dari pihak internasional agar subak tidak hilang begitu saja. Pariwisata di Bali sebenarnya bisa mengancam kelestarian subak. Pasalnya, adanya pengembangan wisata di sekitar subak membuat harga properti di sekitarnya naik sehingga petani harus membayar pajak mahal. Tradisi yang selama ini hidup dikhawatirkan juga hilang yaitu contohnya di Gunung Sari yang setiap tahunnya dilaksanakan ritual panen. Petani akan berkumpul untuk berdoa meminta keselamatan dan hasil panen yang baik. Bila Subak hilang, budaya Bali juga akan hilang. Subak sangat penting karena merupakan dasar dari budaya Bali.

2.  Permainan Tradisional Bali
Permainan Tradisional Bali sekarang jarang bisa kita temukan apalagi di daerah perkotaan, perkembangan tekhnologi yang pesat hampir menenggelamkan mereka. Ada puluhan bahkan ratusa permainan tradisional yang ada, orang tua juga seolah-olah tidak memperhatikan dan cenderung tidak mampu mengarahkan anak-anak mereka dalam melakukan permainan yang memang ternyata cukup susah, karena permainan tradisional lebih menonjolkan permainan berkelompok yang membutuhkan kekompakan dan kebersamaan dan secara tidak langsung mendidik anak itu lebih bisa mengenal lingkungannya yang majemuk, bergaul dengan tidak memandang status sosial dan kebersamaanya, kesetiakawanan dengan suasana ceria di lingkungan mereka.
Banyak permainan tradisional yang ada di Bali seperti; meong-meongan, megoak-goakana, metajog, nyen durine nyongkok, engkeb–engkeban, main gangsing, main tajog. Dengan perkembangan iptek yang pesat, anak-anak cenderung menggunakan tekhnologi yang ada seperti video games yang bisa dimainkan dari handphone, play station dan melalui internet. Mereka sepertinya lebih asik bermain alat tersebut, tidak lagi berinteraksi dengan lingkungan dengan teman sesamanya. Mereka hanya terfokus untuk menang mengumpat kalau kalah. Anak-anak sampai kecanduan dan tidak fokus belajar, apalagi permainan yang menggunakan handphone yang katanya ada ‘radiasi‘ yang bisa mempengaruhi sel-sel tubuh dan perkembangan otak, ini tentunya akan sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam mengarahkan dan membimbing mereka.

3.     Alat pembajak sawah 

Keunikan Budaya Bali dan Pesatnya Pariwisata Bali kita tidak bisa terlepas dari sebuah dunia yang disebut Pertanian Bali. Pertanian di bali memiliki pertalian yang erat antara Budaya, Agama, Alam Bali dan Pariwisata di Bali. “metekap” adalah istilah orang Bali dalam  membajak sawah mereka, peralatan tradisional yang mereka pakai terdiri dari "UGA" ditaruh pada leher kedua ekor sapi yang kemudian di ikat pada "TENGALA" dan "LAMPIT" yang berfungsi untuk membajak sawah.
Seiring perkembangan jaman dan teknologi kegiatan “matekap” sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bali, karena dengan kemajuan teknologi yang menghasilkan alat pembajak sawah yang disebut dengan “Traktor” telah menggantikan alat-alat tradisional Bali. Dengan “traktor” pekerjaan membajak sawah menjadi lebih mudah dan cepat. Dengan adanya alat moderen inilah masyarakat menjadi lebih dimannjakan, dan mulai meninggalkan budaya “matekap”.

C.  Budaya Bali yang Bertahan
Selain budaya yang menghilang dan merapuh, Bali juga masih memiliki budaya yang tetap bertahan hingga saat ini, antara lain sebagai berikut. 
1. Upacara Pengabenan
Pulau Bali yang juga dikenal sebagai “Pulau Seribu Pura” memiliki ritual khusus dalam memperlakukan leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal. Apabila di tempat lain orang yang meninggal umumnya dikubur, tidak demikian dengan masyarakat Hindu di Bali. Sebagaimana penganut Hindu di India, mereka akan menyelenggarakan upacara kremasi yang disebut Ngaben, yaitu ritual pembakaran mayat sebagai simbol penyucian roh orang yang meninggal.
Tradisi budaya ngaben ini merupakan warisan leluhur masyarakat Bali dan diteruskan secara turun temurun ke anak cucunya. Upacara pengabenan ini juga menjadi salah satu penarik wisatawan di Bali karena keunikan dan keseniannya.

2.  Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung dalam kebudayaan Bali. Budaya Ogoh-ogoh ini tetap bertahan hingga saat ini. Ogoh-ogoh ini kebudayaan yang menggambarkan kepribadian “Bhuta Kala” dan sudah menjadi ikon ritual yang secara tradisi sangat penting dalam penyambutan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Seluruh umat Hindu Dharma akan bersukaria menyambut kehadiran tahun baru itu dengan mengarak-arakan “ogoh-ogoh” yang dibarengi dengan perenungan tentang yang telah terjadi dan sudah dilakukan selama ini pada saat “Pangerupukan” atau sehari setelah menjelang Hari Raya Nyepi, peristiwa dan prosesinya setiap tahunnya sama yaitu pada setiap banjar membuat ogoh-ogoh.
Mengingat pentingnya Budaya ogoh-ogoh ini, sampai sekarang masih tetap bertahan dan lestari. Disamping itu dengan keberadaan arak-arakan “Ogoh-ogoh” yang sudah menjadi tradisi inilah yang menambah daya tarik wisata. Balipun memiliki budaya yang menjadi salah satu andalan kepariwisataan.

3.  Tradisi Omed-omedan
Tradisi omed-omedan merupakan warisan nenek moyang sejak dulu dan  dilakukan secara turun temurun. Dahulu, omed-omedan hanya dilakukan hanya dengan tarik-tarikan, perkembangan jaman yang pesat lalu berubah ada ciuman. Pada saat sedang berciuman, air diguyur agar peserta tidak kepanasan dan ciumannya tidak menjadi lebih lama. Tradisi omed-omedan ini, dilakukan oleh dua kelompok yakni muda dan mudi. Pemuda berdiri membentuk barisan ke belakang dan saling berpelukan pada pinggang orang yang di depan. Demikian pula dengan kelompok pemudi. Jumlahnya tidak dibatasi. Pada saat dikasih aba-aba maka kelompok dua kelompok ini saling tarik menarik ke belakang, bertumpuh pada kaki dengan lengan di pingggang. Orang yang mengambil posisi di depan harus mampu berjalan ke depan sementara yang lain menarik berlawanan ke belakang. Saat orang yang di depan berhasil maju ke depan bertemu, disaat itulah keduanya berpelukan dan berciuman.
























SelengkapnyaKEBUDAYAAN BALI

MAKALAH MEDIA PEMBELAJARAN

Media dalam konteks pembelajaran, secara umum berarti suatu perantara, di mana dalam pembelajaran media berfungsi sebagai perantara informasi dari sumber menuju subjek yang dalam hal ini siswa. Media pembelajaran memiliki banyak bentuk dan jenis, dan salah satu yang dibahas disini adalah tentang media bagan dalam pembelajaran siswa SD. Selengkapnya tentang media bagan dapat di download disini.
SelengkapnyaMAKALAH MEDIA PEMBELAJARAN

KEBO IWA

Cerita rakyat tentang Kebo Iwa adalah sebuah cerita yang mengisahkan tentang raksasa yang suka memakan manusia. Cerita rakyat Indonesia ini juga merupakan asal usul terjadinya Danau Batur dan Gunung Batur. Oleh karena itu cerita rakyat ini sangat terkenal di Bali sebab mengingatkan kita akan terjadinya Danau dan Gunung Batur yang saat ini menjadi salah satu wisata alam di Bali.


Dikisahkan pada suatu hari musim kemarau telah tiba dan paceklik mulai melanda Pulau Bali. Satu persatu lumbung penduduk mulai kosong. Bahan makanan pokok mulai sulit didapat, banyak warga yang kelaparan dan berusaha mencari sumber makanan di berbagai daerah. Pada masa itu di Pulau Bali tinggal seorang raksasa yang sangat ganas, namanya Kebo Iwa. Ketika musim kemarau seperti ini Kebo Iwa seringkali mengamuk karena kelaparan. Jika tengah lapar Kebo Iwa akan memakan apa saja yang dia temui. Banyak ternak penduduk yang dijadikan santapannya. Tidak hanya itu jika sedang mengamuk dia juga akan mengejar-ngejar warga dan jika tertangkap Kebo Iwa langsung memakannya hidup-hidup.
Seluruh warga kampung menjadi ketakutan namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab mereka tidak bisa melawan kekuatan Kebo Iwa. Raksasa itu menjadi semakin buas memangsa ternak dan manusia. Kemudian ketua kampung mengumpulkan warga dan mencari cara untuk dapat membunuh Kebo Iwa. Setelah berdiskusi akhirnya mereka menemukan caranya yaitu penduduk akan berpura-pura membutuhkan pertolongan Kebo Iwa untuk membangun kembali rumah-rumah serta pura tempat peribadatan yang telah dirusak Kebo Iwa. Sebagai imbalannya kepala kampung berjanji akan menyediakan makanan yang banyak kepada Kebo Iwa agar dia tidak kelaparan lagi.

Mendengar imbalan yang besar Kebo Iwa merasa senang, kemudian dia segera membangun kembali rumah-rumah dan pura yang telah dirusaknya. Dalam beberapa hari saja rumah dan pura kembali berdiri. Sementara itu penduduk mengumpulkan kapur yang sangat banyak. Kebo Iwa merasa heran melihat kapur tersebut dan bertanya kepada penduduk. Untuk keperluan apa sehingga mereka mengumpulkan kapur yang sangat banyak hingga bergunung-gunung. Penduduk berkata bahwa mereka ingin membuatkan Kebo Iwa sebuah rumah yang besar. Kebo Iwa merasa senang sebab sejak dulu dia memang menginginkan sebuah rumah.

Setelah rumah dan pura selesai dibangun, Kebo Iwa lalu mulai menggali sumur. Karena tidak ada alat akhirnya Kebo Iwa menggunakan kedua tangannya untuk menggali tanah. Lama kelamaan sumur yang di gali Kebo Iwa semakin dalam. Kebo Iwa juga menggunakan sumur tersebut sebagai tempat peristirahatannya. Jika siang hari Kebo Iwa tidur di dalam sumur yang digalinya. Suatu hari ketika Kebo Iwa sedang tidur nyenyak di dalam sumur, kepala kampung segera mengumpulkan warganya di tepi sumur lalu memerintahkan warga untuk melempari Kebo Iwa dengan kapur. Mulanya Kebo Iwa tidak sadar akan bahaya tersebut. Namun setelah kapur yang dilempari penduduk sudah sampai ke hidungnya Kebo Iwa terbangun dan meronta kepanasan. Melihat hal itu penduduk semakin gencar menutup sumur tersebut. Kebo Iwa akhirnya mati tenggelam akibat air yang bercampur dengan kapur dan menciptakan panas yang melepuhkan kulitnya. Kebo Iwa terkubur dalam sumur yang digalinya sendiri. Lama kelamaan air sumur yang meluap itu berubah menjadi danau yang kini di sebut Danau Batur. Dan tumpukan tanah yang di gali dari sumur menjadi sebuah gunung yang dinamai Gunung Batur.


SelengkapnyaKEBO IWA

MENGUKUR KUALITAS TRIGUNA DENGAN KARMA PHALA

Untuk mengukur kualitas dunia spiritual lebih sulit dibandingkan mengukur dunia material, sebab dalam dunia material sudah pasti dan dapat diukur dengan parameter-parameter yang telah ditentukan.
Mengukur kekayaan seseorang dapat dibuktikan dengan jumlah rumah yang dimiliki, jumlah mobil yang dipakai, jumlah perusahaan yang dikendalikan, jumlah pajak yang dibayarkan kepada pemerintah, sehingga dapat diukur secara kwalitatif dan kwantitatif dari kekayaan yang bersangkutan. Tetapi untuk mengukur kualitas seseorang dalam dunia spiritual sangat sulit karena tidak nyata dan sulit dibuktikan secara obyektif. Dalam konsep Weda sebagai kitab suci agama Hindu, bahwa Hindu percaya adanya Panca Sradha yaitu lima keyakinan yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Hindu dalam kehidupannya. Kelima Sradha yang dimaksud adalah Brahman, Atman, Karma Phala, Punarbawa/Reinkarnasi dan Moksa.
Pertama yaitu keyakinan adanya Brahman yaitu Hyang Widhi Wasa. Atman sebagai sinarnya Brahman yang bersemayan disetiap makluk hidup. Karma Phala sebagai hasil perbuatan setiap makluk, dan hukum karma merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat. Semua makluk hidup tidak terlepas dari putaran reinkarnasi dan terakhir tujuan hidup manusia adalah menuju Moksa. Atman dalam proses reinkarnasi tidak terlepas dari Triguna yaitu tiga aspek yang membungkus Atman terdiri dari Satwan, Rajas dan Tamas. Selama Atman masih dibungkus dengan Triguna maka manusia tidak dapat mencapai Moksa, karena masih dipengaruhi oleh dunia material sehingga akan selalu mengikuti proses reinkarnasi berikutnya. Maka kualitas Triguna akan memenuhi persyaratan Moksa dengan jalan selalu melakukan Karma sebaik baiknya yang dikenal dengan Subha Karma sehingga dapat membantu mempercepat proses menuju kebebasan yaitu Moksa.

Konsep Panca Sradha
Brahman sebagai pencipta alam semesta ini akan mempunyai kewajiban untuk mengatur agar kehidupan dibumi ini dapat berjalan dengan harmonis dengan menerapkan hukum Rta. Dalam mengatur alam semesta ini Brahman dibantu oleh para Dewa yang jumlahnya 33, dimana Dewa adalah sinarnya Brahman. Disamping Dewa, Atman yang merupakan sinarnya Brahman, apabila belum bergabung dengan Panca Maha Bhuta akan menempati salah satu loka diluar bumi ini.
Apabila Atman yang dibungkus dengan Triguna ditarik oleh dunia material maka Atman tersebut akan mengalami proses reinkarnasi ke bumi dengan menjadi makluk, baik berbentuk binatang maupun manusia. Selama berada di Bumi makluk tersebut akan melakukan Karma sesuai dengan tingkat penjelmaannya untuk dapat bertahan hidup dengan mengacu kepada Hukum Karma. Kualitas karma inilah yang menentukan proses reinkarnasi berikutnya, yang membawa dampak terhadap kualitas Triguna. Selama Atma masih dibungkus dengan Triguna, Atma akan selalu bergerak mengikuti proses reinkarnasi dengan waktu tanpa batas sampai Atma terbebas dari keterikatan Triguna maka Atma akan lepas dari proses Reinkarnasi untuk menuju Moksa yaitu kebebasan abadi.
Sebagai ilustrasi Panca Sradha dapat digambarkan sebagai berikut.

Karma Phala
Karma Phala artinya adalah hasil perbuatan dari makluk selama mengarungi kehidupan didunia ini. Didalam konsep hukum karma dalam Panca Sradha yang merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1) Hukum Karma bersifat abadi sudah ada sejak mulai alam semesta diciptakan dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
2) Hukum Karma bersifat Universal, berlaku bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk makluk-makhluk serta seluruh isi alam semesta.
3) Hukum Karma tetap sejak zaman pertama penciptaannya, zaman sekarang dan juga untuk zaman yang akan datang.
4)   Hukum Karma sangat sempurna, adil dan tidak ada yang menghindarinya.
5) Hukum Karma berlaku untuk semua makluk tidak ada pengecualian terhadap siapapun.

Dalam hukum Karma Phala ada tiga jenis Karma Phala yang didasarkan atas waktu dari karma itu diterima yaitu :
1. Sancita Karma Phala yaitu hasil perbuatan kita terdahulu yang belum dapat dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2. Prarabda Karma Phala yaitu suatu perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sekarang dan hasilnya diterima dalam kehidupan sekarang juga tanpa ada sisanya lagi..
3.   Kriyamana Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati dialam baka atau pada kehidupan yang akan datang.
Pada saat janin masih dalam kandungan ibu, Atman sudah dibungkus dengan karma yang disebut dengan Karma Wasana yang merupakan hasil perbuatan yang dilakukan pada kehidupan terdahulu (Sancita Karma Phala). Kualitas Karma Wasana sangat tergantung dengan kualitas hidup sebelum reinkarnasi apakah Subha Karma (baik) atau Asubha Karma (buruk).
Apakah Karma Wasana yang diterima manusia saat baru lahir merupakan Nasib? Apabila kita perhatikan dan amati kehidupan manusia saat ini kelihatan kurang adil, ada seseorang yang bergulat dengan kehidupan, selalu jujur dan pengabdiannya cukup tinggi tetapi kenyataan dalam hidupnya melarat. Tetapi ada juga orang yang hidupnya santai-santai saja dan kelakuannya dimasyarakat kurang baik tetapi kehidupan cukup baik, sehingga hukum karma dianggap tidak adil. Tetapi apabila kita cermati tiga jenis karma didasarkan atas waktu dari karma itu diterima akan jelas permasalahannya, bahwa karma kita saat ini belum tentu kita terima saat ini juga, mungkin hasilnya dapat diterima diloka yang lain diwaktu yang akan datang atau setelah reinkarnasi berikutnya.
Hukum karma jangan diartikan secara sempit, harus didasarkan kebenaran yaitu Dharma sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Hukum Karma adalah pasti, adil, sempurna dan tidak ada seseorang yang terhindar dari Hukum Karma, hanya proses akibat hasil yang ditimbulkan membutuhkan waktu yang tanpa batas, selama dia masih dalam lingkaran proses reinkarnasi. Untuk mengukur kualitas karma saat ini adalah seberapa jauh manusia sudah menjalankan ajaran-ajaran Tuhan yaitu Dharma dalam kehidupannya sehari-hari yang disebut Subha Karma (baik). Cara yang terbaik adalah dengan menghindari perbuatan-perbuatan Asubha Karma (buruk) yang dapat menyebabkan kehancuran diri sendiri. Dengan selalu berbuat Subha Karma akan dapat memperbaiki kualitas Triguna maka dapat membantu pada kehidupan-kehiduap yang akan datang melalui proses Reinkarnasi.
MENGUKUR KUALITAS TRIGUNA.
Sebelum manusia melalui proses reinkarnasi lahir kedunia, Atma berada pada salah satu loka dibungkus dengan Triguna yaitu Satwan, Rajas dan Tamas, Atman ditentukan oleh kualitas Triguna , apakah reinkarnasi menjadi binatang atau manusia. Untuk mengukur kualitas Triguna sangat tergantung dari kualitas karma yang dilakukan oleh manusia selama hidup dibumi ini. Maka apabila dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subha Karma) maka baik juga kualitas dari Triguna yang dibawa oleh Atman saat meninggal.
Kalau dibuat rumus secara matematika dapat digambarkan sebagai berikut :
TG = KW + (SK - ASK)
TG    = Triguna
KW = Karma Wasana
SK    = Subha Karma
ASK = Asuhba karma

Maka kualitas Triguna sangat tergantung dengan tiga faktor yaitu Karma Wasana, Subha Karma dan Asubha Karma. Apabila Karma Wasana mempunyai kualitas baik dan juga dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subha Karma) maka Triguna mempunyai kualitas yang baik sehingga persyaratan menuju moksa mendekati kenyataan.
Apabila Karma Wasana mempunyai kualitas yang tidak baik dan dalam kehidupan selalu berbuat baik maka kualitas Triguna lebih baik dari pada Karma Wasana yang lalu (Sancita Karma Phala). Apabila karma wasana mempunyai kualitas yang tidak baik dan dalam kehidupan juga tidak baik maka kualitas triguna lebih jelek dari Karma Wasana yang lalu (Sancita Karma Phala).
Demikian seterusnya apabila kita kombinasikan ketiga faktor tersebut sehingga kita dapat ukuran Tuhan adalah Kebenaran, maka dalam menjalankan kehidupan ini, kita selalu berlandaskan Kebenaran yaitu Dharma sehingga kita selalu mendapat perlindungan Hyang Widi Wasa dengan harapan mendapat kesejahteraan dalam kehidupan dimasa masa yang akan datang.
Permasalahan yang timbul adalah apakah kita dapat mengukur perbuatan seseorang dengan menggunakan parameter tertentu ? Sebab kadang-kadang manusia dalam melakukan penilaian selalu berpikir subyektif, sehingga agak jauh dari kebenaran.Ukuran-ukuran tersebut adalah sebagai ilustrasi yang nilainya sangat abstrak, sebab ukuran Tuhan berbeda dengan ukuran manusia. Ukuran manusia adalah yang dapat dijangkau oleh pikiran manusia yang mempunyai kemampuan sangat terbatas lebih banyak bernuansa subyektif.
Sedangkan untuk meningkatkan kualitas Triguna, maka selama hidup di Dunia kesempatan yang terbaik yang harus dilakukan adalah memperbesar nilai Subha Karma dengan cara norma-norma (Etika) yang ada dalam ajaran Weda dengan melakukan Yadnya (Ritual) sebanyak banyaknya. Dalam memperbesar nilai Subha karma, adalah selalu menjauhi perbuatan-perbuatan Asubha Karma, dan setiap gerak kehidupan selalu berpegang kepada Dharma yaitu kebenaran. Dengan selalu berbuat (Karma) berlandaskan Dharma, sehingga dapat membantu dalam proses kesejahteraan Dunia, serta dapat mempercepat proses pembebasan Atma dari perputaran Reinkarnasi sehingga Atma dapat menuju Moksa.
SelengkapnyaMENGUKUR KUALITAS TRIGUNA DENGAN KARMA PHALA

METAMORFOSIS

A. Pengertian Metamorfosis
   Pada beberapa jenis hewan, dalam pertumbuhan dan perkembanganya mengalami proses metamorfosis. Metamorfosis adalah peristiwa perubahan bentuk tubuh secara bertahap yang dimulai dari larva sampai dewasa.

B. Jenis-Jenis Metamorfosis
Metamorfosis Sempurna
   Metamorfosis sempurna ditandai dengan adanya fase yang disebut pupa atau kepompong. Bentuk larva dengan serangga dewasa jauh berbeda. Tahapan dalam metamorfosis sempurna adalah sebagai berikut yaitu telur, larva, pupa (kepompong), dewasa (imago). Telur menetas menjadi larva. Larva tidak memiliki sayap dan tanda-tanda sayap juga belum ada. Ketika berupa larva, serangga sangat aktif makan. Larva kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi kepompong. Larva ada yang langsung membuat pupa, tetapi ada juga yang lebih dulu membuat pelindung dari daun yang dilipat, tanah atau pasir yang halus, sayatan kayu yang halus, dan bahan lainnya. Tempat perlindungan di sekeliling pupa disebut kepompong atau kokon. Pada tahap pupa, serangga tidak aktif makan, walaupun proses metabolism tetap berlangsung. Setelah melewati tahap pupa, serangga akan menjadi dewasa (imago). Metamorfosis sempurna contohnya katak dan kupu-kupu. Adapun proses metamorfosis pada katak yaitu sebagai berikut.


Metamorfosis pada katak

     Pada awalnya, katak betina dewasa akan bertelur, kemudian telur tersebut akan menetas setelah 10 hari. Setelah menetas, telur katak tersebut menetas menjadi Berudu. Setelah berumur 2 hari, Berudu mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas. Setelah berumur 3 minggu insang berudu akan tertutup oleh kulit. Menjelang umur 8 minggu, kaki belakang berudu akan terbentuk kemudian membesar ketika kaki depan mulai muncul. Umur 12 minggu, kaki depannya mulai berbentuk, ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paru-paru. Setelah pertumbuhan anggota badannya sempurna, katak tersebut akan berubah menjadi katak dewasa.
      Selanjutnya proses metamorfosis pada kupu-kupu yaitu sebagai berikut.


Metamorfosis pada kupu-kupu

Selain pada katak, metamorfosis sempurna juga terjadi pada kupu-kupu. Pertama-tama, kupu-kupu akan bertelur. Telur tersebut akan menetas menjadi Larva (ulat kecil), ulat tersebut akan berubah bentuknya menjadi panjang(ulat dewasa). Ulat tersebut nantinya akan menempel pada pohon dan daun-daunan sehingga menjadi kepompong. Setelah beberapa lama, dari kepompong tersebut akan keluar seekor kupu-kupu yang masih muda. Kemudian tidak berapa lama menjadi kupu-kupu dewasa.

Metamorfosis Tidak Sempurna
   Metamorfosis tidak sempurna yaitu metamorfosis yang hanya melalui tahap telur, nimfa, dewasa (imago). Serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna, bentuk serangga yang baru menetas (nimfa) tidak jauh berbeda dengan bentuk serangga dewasa (imago). Perbedaan yang mencolok adalah nimfa tidak memiliki sayap. Sayap akan tumbuh secara bertahap sehingga menyerupai bentuk dewasa. Secara umum nimfa dan serangga dewasa memiliki sifat yang sama. Contohnya pada jangkrik, belalang dan capung. Berikut ini adalah gambar tentang metamorfosis tidak sempurna pada belalang dan capung.

Metamorfosis tidak sempurna pada belalang


Metamorfosis tidak sempurna pada capung



C. Pengertian Metagenesis
    Metagenesis adalah proses pergiliran hidup yaitu antara fase seksual dan aseksual. Hewan dan tumbuhan yang mengalami metagenesis akan mengalami dua fase kehidupan, yaitu fase kehidupan yang bereproduksi secara seksual dan fase kehidupan yang bereproduksi secara aseksual. Metagenesis pada tumbuhan dapat diamati dengan jelas pada tumbuhan tak berbiji (paku dan lumut). Pada tumbuhan tersebut, pembentukan gamet jantan berlangsung di dalam antheridium dan gamet betina di dalam arkegonium. Jika gamet jantan membuahi gamet betina, maka akan terbentuk zigot. Zigot tumbuh menjadi individu yang menghasilkan spora. Generasi ini disebut fase vegetatif (aseksual) atau sporofit. Spora yang jatuh di tempat yang sesuai akan tumbuh menjadi individu baru yang menghasilkan gamet. Karena menghasilkan gamet, maka generasi ini disebut fase generatif (seksual) atau gametofit. Demikian seterusnya terjadi pergiliran keturunan antara fase gametofit dan sporofit. Tumbuhan lumut yang sering kamu jumpai merupakan fase gametofit. Sedangkan tumbuhan paku yang kamu lihat sehari-hari merupakan fase sporofit. Pergiliran keturunan antara fase sporofit dan gametofit itulah yang disebut metagenesis. Metagenesis pada tumbuhan dapat diamati dengan jelas pada tumbuhan tak berbiji (paku dan lumut). Pada tumbuhan tersebut, pembentukan gamet jantan berlangsung di dalam antheridium dan gamet betina di dalam arkegonium. Jika gamet jantan membuahi gamet betina, maka akan terbentuk zigot. Zigot tumbuh menjadi individu yang menghasilkan spora. Generasi ini disebut fase vegetatif (aseksual) atau sporofit. Spora yang jatuh di tempat yang sesuai akan tumbuh menjadi individu baru yang menghasilkan gamet. Karena menghasilkan gamet, maka generasi ini disebut fase generatif (seksual) atau gametofit. Demikian seterusnya terjadi pergiliran keturunan antara fase gametofit dan sporofit. Tumbuhan lumut yang sering kamu jumpai merupakan fase gametofit. Sedangkan tumbuhan paku yang kamu lihat sehari-hari merupakan fase sporofit. Pergiliran keturunan antara fase sporofit dan gametofit itulah yang disebut metagenesis.

Proses Metagenesis pada Tumbuhan Paku

Metagenesis pada tumbuhan paku

Daur hidup tumbuhan paku mengenal pergiliran keturunan, yang terdiri dari dua fase utama yaitu gametofit dan sporofit. Tumbuhan paku yang mudah kita lihat merupakan bentuk fase sporofit karena menghasilkan spora. Bentuk generasi fase gametofit dinamakan protalus (prothallus) atau protalium (prothallium), yang berwujud tumbuhan kecil berupa lembaran berwarna hijau, mirip lumut hati, tidak berakar (tetapi memiliki rizoid sebagai penggantinya), tidak berbatang, tidak berdaun.  Prothallium tumbuh dari spora yang jatuh di tempat yang lembab. Dari prothallium berkembang anteridium (antheridium, organ penghasil spermatozoid atau sel kelamin jantan) dan arkegonium (archegonium, organ penghasil ovum atau sel telur). Pembuahan mutlak memerlukan bantuan air sebagai media spermatozoid berpindah menuju archegonium. Ovum yang terbuahi berkembang menjadi zigot, yang pada gilirannya tumbuh menjadi tumbuhan paku baru. Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) juga memiliki daur seperti ini tetapi telah berevolusi lebih jauh sehingga tahap gametofit tidak mandiri. Spora yang dihasilkan langsung tumbuh menjadi benang sari atau kantung embrio. Berikut adalah bagan metagenesis tumbuhan paku.


Bagan metagenesis pada tumbuhan paku






Proses Metagenesis pada Lumut

Metagenesis pada lumut


Pada tumbuhan lumut, proses reproduksi baik secara seksual dan aseksual berlangsung melalui suatu proses yang disebut sebagai metagenesis. Dalam metagenesis, terjadi pergiliran keturunan antara generasi sporofit (2n) dan generasi gametofit (n). Ketika ada spora yang jatuh pada tempat yang sesuai, maka spora tadi akan tumbuh menjadi protonema. Protonema tadi akan segera tumbuh menjadi tumbuhan lumut dewasa yang akan menghasilkan gamet jantan, yaitu anteridium yang akan menghasilkan spermatozoid dan juga menghasilkan gamet betina, yaitu arkegonium yang akan menghasilkan ovum. Apabila terjadi fertilisasi antara spermatozoid dengan ovum maka akan terbentuk zigot, zigot tadi akan segera berkembang menjadi sporogonium yang akan menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan sporogonium akan membelah dan akan keluar serta tumbuh lagi menjadi protonema. Siklus akan berjalan seperti semula. Adapun bagat metagenesis lumut seperti pada gambar berikut.


Bagan metagenesis pada tumbuhan paku






SelengkapnyaMETAMORFOSIS